Kamis, 19 Februari 2009

Kejaksaan: Kasus Korupsi Sebaiknya juga Disidangkan di Pengadilan Tipikor

Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) meminta seluruh kasus korupsi disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Kejaksaan ingin tidak ada lagi diskriminasi di dalam persoalan hukum yang sama atau terkait korupsi.

Menurut Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, Marwan Effendy, Rencananya dalam RUU Pengadilan Tipikor yang tengah dibahas DPR, semua persoalan korupsi akan disidangkan di Pengadilan Tipikor.

"Kejaksaan ada hubungannya dengan RUU Tipikor. Masa yang lain di pengadilan umum, yang ini di Pengadilan Tipikor. Kalau pengadilan umum, ya semua di pengadilan umum. Kalau di tipikor, di tipikor semua dong," ujarn Marwan.

Hal itu disampaikan Marwan usai mengikuti rapat Pansus yang membahas tentang RUU Pengadilan Tipikor di DPR saat ditemui di kantornya, di Gedung Bundar, Kejagung, Jl Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Rabu (18/2/2009).

Marwan menyebutkan, Kejaksaan juga menyarankan sejumlah hal. Di antaranya, agar Pengadilan Tipikor ada di setiap pengadilan umum. "Kalau bisa jangan regional. Paling tidak satu majelis," terang dia.

Pasalnya, jika Pengadilan Tipikor berada di setiap regional, maka akan merepotkan jaksa dan membutuhkan biaya yang sangat besar. "Membawa saksi ke pengadilan provinsi. Itu biayanya luar biasa dan
penginapannya bagaimana kalau dia harus menginap?"

Kejaksaan juga mengusulkan komposisi hakim, yaitu tiga hakim karier dan dua hakim ad hoc. "Di samping keahliannya, dia mengontrol. Ada fungsi pengawasan di sana," ujar Marwan.

Masalah penuntutan umum, kata Marwan, juga masih dibahas. Dalam UU Kejaksaan, penuntut umum ada pada Kejari, Kejati, dan Kejagung. "Jadi, tali komandonya ke mana? Karena terkait kebijakan penuntutan," katanya.

Lalu, bagaimana kalau diperlukan suatu diponering? Itu kewenangan dari Jaksa Agung dan tidak pada instansi lain," ujar dia.

Selain beberapa hal tersebut, kata Marwan, Kejaksaan juga menyatakan keberatan mengenai pasal 28 ayat 4 tentang dakwaan jaksa harus diperiksa oleh hakim. "Loh, bagaimana pasal 56 KUHAP. Itu kan dihilangkan dulu karena itu menganut asas spesialisasi, diferensiasi, kompartemenisasi. Kalau ini masih dimasukan, ini kembali ke zaman dulu," tandasnya.

dikutip dari: http://www.detiknews.com Rabu, 18 Februari 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar